March 2015 ~ informasi seputar dunia forex

Wednesday 25 March 2015

Zona USD kompak koreksi

Ya kemungkinan begitu kira - kira
semua pair dengan ekor USD terlihat terkoreksi

terkoreksi sebelum adanya sebuah momentum penguatan
nah oleh karena itu kita lihat mungkin ada news yang sangat di tunggu tunggu, apalagi moment akhir bulan dan awal bulan, banyak sekali economic news yang akan keluar
sumber : forex factory calendar

analisa awal

(hanya analisa, jangan di ikuti)

Tuesday 24 March 2015

Rupiah Malah Ambrol Ke Rp13.000/USD, Kenapa?

Banyak kalangan yang bertanya-tanya -- sebagian sambil mengolok-olok -- kenapa setelah Joko Widodo terpilih menjadi presiden, rupiah justru ambrol hingga sempat menembus Rp13.000 per dolar Amerika.
Fenomena ini meleset jauh dari prediksi banyak analis yang sebelumnya menggadang-gadang bahwa jika Jokowi masuk Istana, rupiah akan menguat secara signifikan. Optimisme itu utamanya didasari oleh keyakinan bahwa dana investor asing akan deras mengalir ke Indonesia. Survei Nomura bahkan sempat menyebutkan nilai tukar rupiah dapat terdongkrak ke level Rp11.600 per dolar AS. (Baca artikel lengkapnya di sini)
Menurut data Bareksa, rupiah memang sempat menguat menjelang pemilu dan sesaat setelah Jokowi terpilih menjadi presiden. Ketika itu nilai tukar rupiah naik hingga Rp11.505. Namun, rupiah kembali melemah di masa-masa menjelang pelantikan presiden. Saat Jokowi dilantik, rupiah bertengger di level Rp11.995 dan setelah itu terus terdepresiasi.
Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina, kepada Bareksa mengatakan 'Jokowi Effect' rupanya cuma membawa impak jangka pendek. "Optimisme pelaku pasar ketika Jokowi terpilih menjadi presiden dan sebelum penyusunan kabinet membawa short term effect saja bagi pergerakan nilai tukar rupiah."
Pendapat senada diutarakan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof. Dr. Ari Kuncoro. Menurut dia, banyaknya sentimen negatif yang memukul pasar, khususnya nilai tukar rupiah, telah mengandaskan 'Jokowi Effect'.
"Adanya sentimen negatif dari luar negeri misalnya krisis Yunani, menguatnya perekonomian Amerika, dan berbagai kasus di dalam negeri yang menciptakan sentimen negatif, mematahkan kekuatan 'Jokowi Effect' sehingga membuat rupiah terus melemah," Ari menjelaskan.

Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dalam 1 Tahun
Sumber: Bareksa.com

Sebab paling utama adalah terus menguatnya dolar Amerika. Fenomena ini terjadi sejak Bank Sentral Amerika menyetop kebijakan membeli obligasi pemerintah AS sejak Oktober 2014 lalu karena melihat perekonomian AS sudah mulai tumbuh kembali. Selain itu, rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga ikut mengerek nilai tukar dolar Amerika karena dana investor asing mulai mengalir kembali ke Uncle Sam. (Baca juga: Rupiah Terdepresiasi No. 3 Terdalam terhadap Dolar AS Setahun Terakhir)
Ketika Amerika dibelit krisis pada tahun 2008, investor agresif menanamkan dana mereka di emerging markets, termasuk Indonesia. Ini karena return yang dihasilkan di Amerika saat itu sangat kecil akibat kebijakan The Fed menurunkan suku bunga acuan menjadi hanya 0,25 persen. Maka ketika The Fed mulai berencana menaikkan suku bunga, praktis kebijakan itu mendorong investor kembali membeli obligasi pemerintah Amerika yang risikonya sangat kecil.
Berdasarkan data Yahoo Finance, yield obligasi Amerika tenor 10 tahun anjlok hingga di bawah 2,5 persen mulai semester ke-2 2014. Yield obligasi berbanding terbalik dengan harga obligasi. Artinya, jika yield obligasi turun maka harga obligasi justru naik.
Grafik: Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Amerika Tenor 10 Tahun (Periode 1 Tahun)


Sumber: yahoo.finance.com

Selain itu, muncul faktor di luar ekspektasi para ekonom: anjloknya harga minyak dunia akibat benturan kepentingan antara Amerika, Rusia, dan OPEC. Harga minyak dunia jenis Brent bahkan pernah terkapar di level $50 per barel.
Amerika belakangan ini mulai mengembangkan shale gas -- sumber energi gas -- setelah menemukan teknologi untuk menambang gas tersebut. Permintaan minyak dari Negeri Paman Sam mulai melorot. Melemahnya ekonomi dunia juga ikut memerosotkan permintaan akan minyak mentah, Akan tetapi, Rusia dan OPEC -- mayoritas anggotanya adalah negara-negara Timur Tengah -- saling bersikukuh tidak mau menurunkan jumlah produksi minyak mereka. Akibatnya, harga minyak pun jebol.
Grafik: Harga Minyak Jenis Brent Periode 1 Tahun
Sumber: Bareksa.com

Runtuhnya harga minyak itu lalu membuat para trader komoditas beralih ke pasar uang. Mereka memborong dolar Amerika. Akibatnya, posisi dolar AS semakin perkasa. Dan impaknya langsung memukul rupiah, termasuk mayoritas berbagai mata uang negara lain.
Selain berbagai sentimen negatif dari eksternal itu, Dian menambahkan, ada sejumlah faktor domestik yang ikut menggerus rupiah. Salah satunya adalah masih tingginya permintaan dolar AS di Indonesia. "Terutama dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan dolar untuk berbagai transaksi, misalnya impor, membayar utang luar negeri, melakukan hedging, dan sebagainya."
Gubernur BI Agus Martowardjojo mengamini pendapat itu. Dia menyatakan melorotnya nilai tukar rupiah saat ini lebih disebabkan faktor eksternal. Menurut dia, kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih baik. Karena itu dia berharap masyarakat tidak perlu was-was berlebihan. Agus menekankan rupiah saat ini masih dalam kondisi relatif aman karena pelemahannya belum sampai 10 persen -- ambang batas yang telah ditetapkan tahun lalu.
"Perkembangan dunia ini harus diketahui masyarakat. Tahun lalu, kami menjaga agar volatilitas rupiah tidak turun lebih dari 10 persen. Batas di tahun ini tidak bisa disebutkan. Akan tetapi, sekarang yang penting masih di bawah 10 persen," kata Agus kepada media.

Grafik: Persentase Volatilitas Nilai Tukar Regional secara Year-to-Date (YTD)
Sumber: Presentasi Bank Indonesia

Agus menambahkan BI akan mengintervensi jika rupiah terus melorot, melewati batas yang ditetapkan. "Bank Indonesia akan berada di pasar dan bila perlu intervensi, meski saya tidak bisa mengungkapkan apa bentuk intervensinya. Posisi cadangan devisa kita juga masih cukup banyak, sekitar $114,25 juta."
Lalu, masihkah kita bisa berharap pada 'Jokowi Effect'?
Profesor Ari Kuncoro berpendapat 'Jokowi Effect' dapat kembali memantik sentimen positif bagi pergerakan rupiah. Syaratnya, dia menekankan, "Jika Jokowi berhasil merealisasikan proyek infrastruktur dan program-program kerja unggulan lainnya."

Monday 23 March 2015

Memahami Sebuah Rotasi

Rotasi .......... hhhhmmmmm............
secara harfiah rotasi menurut wikipedia : Rotasi adalah perputaran benda pada suatu sumbu yang tetap, misalnya perputaran gasing dan perputaran bumi pada poros/sumbunya. Untuk bumi, rotasi ini terjadi pada garis/poros/sumbu utara-selatan (garis tegak dan sedikit miring ke kanan). Jadi garis utara-selatan bumi tidak berimpit dengan sumbu rotasi bumi, seperti yang terlihat pada "globe bola dunia" yang digunakan dalam pelajaran ilmu bumi/geografi. Kecepatan putaran ini diukur oleh banyaknya putaran per satuan waktu. Misalnya bumi kita berputar 1 putaran per 24 jam. Untuk rotasi mesin yang berputar lebih cepat dari rotasi bumi, kita pakai satuan rotasi per menit (rpm).
Nah tentunya sudah bisa di pahami mengapa dengan rotasi, kejadian, satuan waktu dan kejadian tersebut akan selalu berulang dan berulang.
"Alam semesta ini berjalan dalam satu keteraturan yang bisa di pelajari dengan melakukan pengamatan, memperhatikan kejadian2 yang ada secara terus menerus. melakukan penelitian dalam waktu yang cukup panjang akan menemukan kesamaan2, pola2 tertentu kemudian pola2 ini menjadi sebuah teori, menjadi ulmu pengetahuan. kemudian semua itu di uji coba, di gali lebih dalam lagi
sampai menemukan ketepatan2 perhitungan untuk mengukur sesuatu yang sedang tergadi dan mendeteksi gejalanya. pada akhirnya, hasil dari semua kajian tersebut akan menjadi konstanta, sebuah ketetapan perhitungan atas dasar itulah TOKYO SAMURAI di ciptakan"Nah hal tersebut sama dengan analisa / indikator tokyo samurai
Demikian pula pemahaman dari Indikator tokyo samurai, seperti yang pernah di ulas shinse dhonic
screenshot diatas adalah trenline yang saya buat minggu kemarin, senin pagi dan hari ini selasa pagi, semua masih dalam rule

Thursday 19 March 2015

Perubahan Pengaruh Harga Minyak Dunia

Perubahan Pengaruh Harga Minyak Dunia Terhadap Forex Gara-gara Minyak Shale AS

Minyak bumi sebagai salah satu sumber energi utama dunia memiliki pengaruh besar bagi nyaris semua negara. Oleh karena itu, harga minyak dunia adalah salah satu dari sejumlah indikator ekonomi yang secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian di beberapa negara sekaligus. Hal ini selanjutnya terefleksikan di pasar finansial dalam bentuk apresiasi atau depresiasi nilai tukar mata uang yang mengikuti naik-turun pergerakan harga minyak dunia. Namun demikian, korelasi diantara harga minyak dunia dan nilai tukar mata uang sebenarnya sangat tergantung pada kondisi pasar minyak dunia dan akan terus bertransformasi seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar.
pengaruh harga minyak dunia terhadap forex

Pengaruh Harga Minyak Dunia Terhadap Forex
Pengaruh harga minyak dunia terhadap forex dapat dilihat dari dua sudut pandang: sebagai negara produsen minyak (eksportir) dan sebagai negara konsumen minyak (importir). Negara eksportir minyak meraup manfaat dari tingginya harga minyak dunia, dan karena itu maka mata uangnya akan menguat seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Sebaliknya, negara berbasis manufaktur yang tak memiliki banyak sumber energi akan tergantung pada impor dan harus membayar lebih mahal ketika harga minyak tinggi; sehingga mata uangnya akan 'menderita' ketika harga minyak dunia membumbung.
Korelasi-korelasi ini lebih sering tercermin pada grafik pergerakan harga jangka panjang dibanding pergerakan dari hari-ke-hari, karena dampak kumulatifnya memukul perlahan, bukan seketika. Namun bagi mata uang yang tergolong banyak diperdagangkan di pasar forex (major), maka pergeseran harga minyak dunia akan lebih cepat mempengaruhi kepercayaan investor.
Dua contoh yang paling terkenal adalah Dolar Kanada dan Dolar AS. Kanada adalah negara pengekspor netto, yang berarti mereka akan meraup lebih banyak untuk seiring melesatnya harga minyak dunia. Oleh karena itu, tak mengejutkan bila Dolar Kanada cenderung menguat ketika harga minyak dunia memuncak, dan melemah ketika harga minyak dunia menyusut. Di sisi lain, Amerika Serikat perlu mengimpor minyak untuk memenuhi sekitar separuh kebutuhan energi industri dan rumah tangganya, dimana sebagian impor itu dipenuhi oleh minyak asal Kanada. Akibatnya, CAD/USD cenderung bergerak searah dengan pergerakan harga minyak dunia.

Contoh yang lain adalah mata uang Yen. Jepang termasuk negeri yang miskin sumber energi, sehingga sangat tergantung pada pembangkit energi nuklir-nya serta impor minyak dan gas. Dengan demikian, apabila harga minyak tinggi, maka perekonomian bisa diperkirakan terbebani. Selaras dengan itu, CAD/JPY kadang membentuk pergerakan signifikan menyusul pergerakan harga minyak dunia. Ketika harga minyak dunia jatuh, pasar bisa mengharapkan CAD/JPY bergerak turun; sedangkan ketika kebalikannya yang terjadi, maka pasar bisa mengharapkan CAD untuk bullish terhadap Yen.
Namun, paparan diatas bisa jadi telah berubah sekarang, karena praktek fracking minyak shale Amerika Serikat perlahan-lahan mengubah lansekap pasar minyak dunia.

Fracking Minyak Shale AS
Hydraulic fracturing, atau yang lebih dikenal dengan nama 'fracking' adalah metode untuk mengebor sumur dengan menginjeksi cairan dengan tekanan tinggi ke formasi bebatuan di dalam bumi dimana gas dan minyak tersimpan dalam jumlah besar, dengan tujuan agar gas dan minyak tersebut mengalir dengan lebih mudah. Metode tersebut sebenarnya telah eksis sejak lama. Di Amerika Serikat khususnya, fracking telah dilakukan sejak tahun 1949.
Penggunaan fracking untuk mengebor shale (lapisan bebatuan sedimen klastik) di Amerika Serikat telah dilakukan sejak tahun 1976 dengan dimulainya proyek Gas Shale Timur. Perkembangannya lambat, namun akhir-akhir ini semakin pesat, hingga kabarnya telah mencatat pertumbuhan produksi 45% pertahun dalam periode 2005-2010. Praktek fracking ini bertanggung jawab atas meroketnya output komoditas energi AS dan merosotnya impor baik minyak maupun gas. AS telah mengambil alih trofi Rusia sebagai produsen gas nomor satu dunia, dan diperkirakan akan menjadi eksportir netto sekitar tahun 2020. Di saat yang bersamaan, minyak shale juga telah menggerus impor minyak AS dan merubahnya menjadi produsen minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. Proyeksi oleh International Energy Agency juga memperkirakan eksplorasi minyak shale AS akan terus tumbuh dan menjadikan negeri Paman Sam sebagai produsen minyak terbesar dunia pada tahun 2020.
Fracking memungkinkan eksplorasi sumber daya alam yang tersimpan di lapisan bumi yang lebih dalam dan 'memaksa' minyak dan gas yang tersimpan didalamnya untuk mengalir keluar. Namun praktek ini bukannya tanpa kelemahan. Orang-orang yang menentang fracking sering menyebutkan bahayanya yang tinggi bagi lingkungan. Fracking berpotensi mengkontaminasi air tanah, mencemari udara, serta merembeskan gas dan zat kimia berbahaya ke permukaan bumi. Lebih dari 600 zat kimia digunakan dalam cairan fracking, dan beberapa diantaranya dikenal sebagai zat karsinogenik dan beracun, seperti Uranium, Merkuri, Ethylene Glycol, Metanol, Hydrochloric Acid, dan Formaldehyde. Apalagi, banyak perusahaan pelaku fracking menolak untuk mengumumkan zan kimia apa saja yang terkendung dalam cairan yang mereka gunakan.
Selain itu, pengeboran bebatuan dalam bumi seperti itu berpotensi mengakibatkan kejadian seismik. Faktanya, fracking dituding sebagai penyebab lebih dari selusin gempa bumi kecil di Texas dalam periode 2008-2009. Inilah mengapa walaupun menguntungkan, namun tidak banyak negara yang mengadaptasinya. Fracking saat ini masih terus menjadi subjek perdebatan sengit, sehingga pengaplikasiannya di luar AS pun tergolong terbatas.
Terlepas dari efek samping-efek samping tersebut fracking gas dan minyak shale AS telah merubah lansekap pasar minyak dunia. Berdasarkan data US Energy Information Administration, produksi minyak oleh negara non-OPEC melambung dalam beberapa tahun terakhir, dan kini meliputi 60% total produksi minyak dunia (2014). Ini berarti bahwa kemampuan kedua belas negara dalam kartel minyak OPEC untuk mempengaruhi harga minyak dunia juga terkikis secara signifikan, berikut posisi tawar mereka dalam perpolitikan dan ekonomi dunia.

Pasca Booming Minyak Shale AS
Perubahan lebih lanjut diungkap dalam laporan terbaru yang disusun oleh Jeffrey Currie dari Goldman Sachs.

Pengaruh harga minyak dunia terhadap dolar AS
Currie mencatat bahwa Amerika Serikat mengimpor sekitar 12 juta barel minyak per hari pada tahun 2008, tetapi jumlahnya kini anjlok menjadi kurang dari 5 juta barel minyak per hari sebagai dampak dari teknologi fracking minyak shale AS. Dari jumlah itu, sekitar 2.6 juta barel diantaranya diimpor dari Kanada dan Meksiko. Itu berarti, impor minyak Amerika Serikat telah merosot hingga lebih dari 60% sejak tahun 2008, dan ini secara signifikan mengurangi pengaruh harga komoditas terhadap Dolar AS.
Currie menyebutkan, "Seiring dengan normalisasi pasar keuangan pasca krisis, (jatuhnya impor minyak) telah mengurangi korelasi antara minyak dan Dolar AS secara dramatis, menjadi sekitar 0% saat ini (artinya tidak berkorelasi sama sekali) dibandingkan dari puncak historis (korelasi harga minyak dan Dolar AS) setinggi 60% pada tahun 2008/2009."
Di lain pihak, harga minyak masih dipandang sebagai salah satu penggerak Dolar Kanada. Alasannya karena produksi dan penyulingan minyak merupakan salah satu industri terbesar disana. Kanada adalah produsen minyak terbesar kelima dunia setelah Arab Saudi, Amerika Serikat, Rusia, dan China. Negeri ini diestimasikan memegang 4.54% pangsa pasar minyak dunia tahun 2014 ini.

Kesimpulan
Praktek fracking minyak shale AS telah dan akan terus mengusik pasar minyak dunia. Apalagi, produksi minyak shale AS diperkirakan akan terus tumbuh pesat karena adanya cadangan gas dan minyak shale yang luar biasa besar. Kondisi ini menghantarkan kita pada tiga poin yang bisa disimpulkan:
Negara eksportir minyak dirugikan saat harga minyak merosot, sehingga mata uang mereka akan cenderung terdepresiasi di pasar forex. Depresiasi akan terus berlangsung hingga harga minyak dunia pulih, atau hingga negara tersebut menemukan cara baru untuk mengurangi pengaruh industri pemrosesan minyak bumi dalam perekonomiannya.
Korelasi antara harga minyak dan nilai tukar mata uang negara pengimpor minyak melandai sejalan dengan berkurangnya nilai impor minyak mereka. Khususnya dalam hal Dolar AS, korelasi berkurang akibat praktek fracking minyak shale.
Penyebab tergulingnya harga minyak dunia baru-baru ini masih belum diketahui dengan jelas, tetapi analisa ini membuktikan bahwa penguatan Dolar AS bukanlah alasan utamanya.


Analisa Line PIKU Tokyo Samurai

Piku merupakan garis sopport & resisten kuat, dimana pergerakan candle besar dan kecilnya biasanya dan selalu berulang ulang di saat candle menyentuh line piku ini, 1 line piku pair Euro - Usd berkisar antara 4000 point pada TF H1 5 digit.
Amati juga ekor candle, ekor candle panjang dapat di baca sebagai tren telah berhenti dan siap untuk order kebalikanya.
EU-Rabu
penampakan pair EU hari rabu malam setelah news USD yang kurang bagus mengakibatkan Euro menguat, tetapi dikarenakan USD sedang posisi kuat dan menunggu kenaikan suku bunga serta kemajuan ekonomi USD sehingga harga tersebut dapat diartikan sebagai koreksi saja. ini pernah saya ulas di hari senin bahwa posisi buy adalah yang terbaik untuk pair EU, dan dihari kamis karena terdapat ekor candle yang panjang dan membuktikan EU akan kembali pada titik asal / harga akan kembali
EU-Jumat
seperti gambar di atas penampakan pair EU di hari jumat, ternyata sesuai yang saya gambarkan, untuk kemungkinan akan kemana arah pergerakan trenya, silahkan di amati kembali dari area DOP Tokyo Samurai

Wednesday 18 March 2015

Sabar menanti momentum PIKU & KOJI pair EU &GU

Sabar dan disiplin adalah kunci keberhasilan dalam order di dunia forex, sebelum news dimana perkiraan penentuan order / stoper
di TS kita bisa memanfaatkan box atau juga bisa memanfaatkan Piku, nah kejadian news USD semalam membuktikan Piku sebagai stoper kuat dari tren kelihatan untuk order buy, dimana harga berada di line piku
Piku di pair EUR-USD
EUR-USD 18-03-2015
mengapa kuat untuk order buy......???
karena indikator koji juga muncul pada pair GBP-USD
GU-Koji

Monday 16 March 2015

Indi 3Tier-London Breakout feat Koji

Berikut ini saya ulas tentang indikator yang sangat profitable, indi ini memanfaatkan moment pergerakan jam euro, jadi setelah jam pasar tokyo (jepang/jpy), diperkirakan antara jam 15:00 - 21:00. indi ini sudah lengkap dengan level fibo dan apabila teman teman skalian order apakah ada break / reject (bila di compare dgan indi lain) setelah 10 pip.
indi ini sangat sederhana tinggal teman-teman pasang di metratrader dan tunggu kejadian setelah jam 3 sore, sangat cocok bagi yang ada kesibukan si pagi hari.
Saya SS kejadian kemarin sore 17 maret 2015
bisa dilihat kalau kita tiap gari follow dari indi breakout ini
saran saja, tetap pakai atau pasangkan dengan indi lain, seperti biasa hal saya selalu pasang dgan TS dan koji memang sedikit rumit kalau yg tidak terbiasa, tapi coba saja, lama lama akan terbiasa dan akan menambah keyakinan teman teman dalam order
berikut penampakan asli dari sawah fx saya, 3tier london breakout, TS breakout & Koji
jangan melihat ruwetnya tapi ini sbgai penguat dalam order / meyakinkan dalan order, bisa dilihat dari pergerakan obos dan level piku
sangat meyakinkan bukan, naik 50 pip dari petunjuk indi, bukan itu saja. kebiasaan pada jam euro seperti sekarang ini adalah tren bearish, jadi kalau kita lihat, kenaikan ini hanya bersifat koreksi, buka sheet pantau sampai di level mana tren up berakhir, lihat dan amati ekor candle. amati 3TTEnya. biasanya setelah di level BO, harga akan kembali,
setelah order buy profit, kita di suguhi momentum order sell, sangat kuat momentumnya
berikut saya zoom
sangat mudah bukan
tapi ingat pertahankan psikologi trading anda
dengan contoh di atas dengan account demo, modal 500$ sehari kemarin dengan momentum yang pas, profitable 5-10% bisa terjaga.